Iklan

Iklan

,

Iklan

Kisah Usamah bin Zaid Melobi Rasulullah Saw Agar Meringankan Hukuman

Duta Islam #05
21 Okt 2024, 05:40 WIB Ter-Updated 2024-10-20T22:40:17Z
Download Ngaji Gus Baha
HR Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688
Ilustrasi penegakan hukum yang adil. Foto: istimewa.


Dutaislam.or.id - Kisah Usamah bin Zaid yang mencoba meminta keringanan hukuman untuk seorang wanita dari Bani Makhzum adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang berkaitan dengan penegakan keadilan tanpa memandang status sosial. Berikut ini kisah lengkapnya:


Pada masa Rasulullah Saw, seorang wanita dari suku Bani Makhzum yang bernama Fatimah binti Al-Aswad tertangkap melakukan pencurian. Suku Bani Makhzum adalah salah satu suku yang memiliki kedudukan tinggi di kalangan Quraisy, sehingga hukuman untuk wanita ini dianggap oleh banyak pihak sebagai sebuah aib bagi suku mereka.


Karena wanita ini berasal dari suku terhormat, banyak orang mencoba mencari cara agar hukum hudud (hukum potong tangan) yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kasus pencurian tidak diberlakukan kepada wanita tersebut. Salah satu tokoh yang dimintai tolong untuk berbicara kepada Nabi Muhammad Saw terkait hal ini adalah Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang sangat dicintai oleh Nabi.


Usamah bin Zaid adalah anak dari Zaid bin Haritsah, mantan budak yang diangkat sebagai anak oleh Rasulullah Saw. Usamah sendiri dikenal sebagai seorang pemuda yang memiliki kedekatan khusus dengan Rasulullah Saw, sehingga banyak orang berpikir bahwa permintaannya akan dikabulkan oleh Nabi.


Dengan penuh rasa iba dan kasih sayang, Usamah kemudian mendatangi Nabi Muhammad Saw dan mencoba memohon agar hukuman tersebut diringankan. Namun, ketika Rasulullah Saw mendengar permintaan tersebut, beliau marah dan menegur Usamah dengan keras. Rasulullah Saw bersabda: "Apakah kamu hendak meminta syafa’at (keringanan) dalam pelaksanaan hukum Allah?" (HR. Bukhari dan Muslim)


Rasulullah Saw kemudian mengumpulkan orang-orang dan berkhutbah di hadapan mereka. Dalam khutbahnya, beliau menegaskan pentingnya keadilan yang tidak boleh dibedakan berdasarkan status sosial. Beliau bersabda:


أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا


Terjemah:

"Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa apabila ada orang terhormat di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya, tetapi apabila orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Dengan pernyataan tegas ini, Rasulullah Saw menegaskan bahwa hukum Allah tidak memandang status seseorang, bahkan jika itu adalah orang terdekat atau yang paling dihormati. Akhirnya, wanita dari Bani Makhzum tersebut dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Islam, dan keadilan ditegakkan tanpa pengecualian.


Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi umat Islam tentang pentingnya menegakkan keadilan secara adil dan merata, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau hubungan pribadi. [dutaislam.or.id/ai/ab]

Iklan