Iklan

Iklan

,

Iklan

Larangan Berdagang Nasi Sekitar Makam Ki Ageng Selo Grobogan

Duta Islam #05
28 Okt 2024, 18:12 WIB Ter-Updated 2024-10-28T11:12:51Z
Download Ngaji Gus Baha
mitos larangan jual nasi di sekitar makam ki ageng selo
Ilustrasi jualan nasi. Foto: istimewa.


Dutaislam.or.id - Di sebuah desa kecil bernama Dukuh Selo Panjimatan, di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Grobogan, terdapat sebuah larangan yang unik dan tak lazim: nasi dilarang untuk diperjualbelikan. Tradisi ini, yang bermula dari mitos turun-temurun, terus dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. 


Meskipun zaman terus berkembang, warga tetap menghormati piweling atau petuah yang dipercayai diwariskan oleh leluhur mereka, Ki Ageng Selo, seorang tokoh kharismatik yang diyakini sebagai leluhur raja-raja Mataram, baik dari Surakarta maupun Yogyakarta.


Baca: Biografi Hidup Ki Ageng Selo, Leluhur Raja-Raja Mataram Islam


Kisah larangan ini berawal dari cerita tentang kunjungan seorang tamu (dalam kisah lain, seorang murid) ke rumah Ki Ageng Selo. Pada saat itu, sebagai tuan rumah, Ki Ageng meminta istrinya untuk menyiapkan hidangan bagi tamu tersebut. Namun, alih-alih menerima ajakan makan, tamu tersebut justru menolak karena mengaku telah makan nasi di warung terdekat. 


Kecewa dengan tanggapan tamunya, Ki Ageng Selo mengucapkan kutukan, "Mulai sekarang hingga kelak, anak keturunanku jangan ada yang berjualan nasi di tempat ini." Ungkapan tersebut dipercaya sebagai larangan yang harus dihormati oleh masyarakat di Dukuh Selo hingga saat ini.


Bagi warga setempat, mengabaikan larangan ini diyakini akan membawa malapetaka. Bahkan, ada anggapan bahwa jika terjadi petir menyambar-nyambar di sekitar desa, maka itu merupakan pertanda adanya seseorang yang berani melanggar aturan dengan menjual nasi di tempat tersebut. 


Salah satu warga, Badrul Munir, berbagi cerita bahwa keyakinan ini begitu kuat, sehingga tidak ada seorang pun yang berani menjajakan nasi di warung mereka.


Nyi Uti, seorang pemilik warung di Dukuh Selo Panjimatan, memilih untuk menyajikan makanan alternatif seperti lontong sayur dan mi jawa. Nasi tidak pernah ia sajikan dalam menu dagangannya. 


Jika ada yang tetap meminta nasi, Nyi Uti hanya akan memberikannya secara cuma-cuma, dengan syarat nasi tersebut tidak dimakan di warungnya. Nyi Uti sendiri pernah memberikan nasi kepada seorang santri yang kehausan dan kelaparan. 


“Saya beri nasi untuk dimakan di dalam rumah, bukan di warung,” ungkapnya. Kepatuhan warga terhadap larangan ini menunjukkan bahwa tradisi telah berakar kuat dalam kehidupan mereka, dan mereka merasa terikat dengan pesan yang diwariskan oleh leluhur mereka.


Lebih jauh lagi, kisah Ki Ageng Selo pun memberikan konteks yang lebih dalam terhadap kepercayaan ini. Dalam naskah Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Selo dikenal sebagai sosok yang memiliki kemampuan luar biasa, bahkan konon mampu menangkap petir. Baca: Biografi Singkat Ki Ageng Pemanahan, Ayah Danang Sutowijoyo Mataram Islam.


Diceritakan bahwa pada suatu hari, saat ia bekerja di ladang pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, hujan deras disertai petir tiba-tiba menyerang. Dengan tangkas, Ki Ageng Selo menangkap petir yang berwujud seorang kakek tua. Kakek tersebut kemudian ia ikat di pohon dan diserahkan kepada Sultan, yang lantas mengurungnya dalam kerangkeng besi di alun-alun. Namun, dalam cerita ini, seorang nenek misterius muncul dan memberi petir minum. Tak lama setelah itu, ledakan besar terjadi, menghancurkan kerangkeng dan membebaskan si kakek.


Kisah ini memperkuat kepercayaan warga bahwa petir memiliki kaitan khusus dengan sosok Ki Ageng Selo, sehingga mereka percaya bahwa petir yang menyambar bisa jadi merupakan peringatan dari leluhur. Meskipun terkesan mitologis, tradisi ini masih hidup dalam kehidupan sehari-hari warga Selo Panjimatan. 


Larangan berdagang nasi bukan sekadar aturan yang kaku, melainkan bagian dari penghormatan terhadap sejarah dan warisan leluhur. Tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan terhadap cara hidup masyarakat setempat, menjadikan Dukuh Selo Panjimatan lebih dari sekadar sebuah desa, tetapi juga sebagai tempat yang sarat dengan nilai-nilai sejarah dan spiritualitas. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan