Ilustrasi keluarga Bani Israel sekarang. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Masa perbudakan Bani Israil di Mesir merupakan periode yang sangat mengkhawatirkan. Selain karena kekejaman sistem perbudakan itu sendiri, perbudakan dapat merusak karakter suatu bangsa, seperti yang dialami Bani Israil.
Selama ratusan tahun, mereka hidup di bawah tirani penguasa Mesir. Padahal, Allah telah menganugerahi Bani Israil dengan bakat-bakat kecerdasan yang luar biasa. Namun, ketika kecerdasan ini berkembang dalam lingkungan perbudakan, potensi itu berubah menjadi berbagai penyimpangan mental dan pemikiran.
Untuk menyelamatkan Bani Israil dari penindasan tersebut, Allah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun as. Salah satu misi utama Nabi Musa adalah membebaskan Bani Israil dari perbudakan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
وَ قَالَ مُوۡسٰى يٰفِرۡعَوۡنُ اِنِّىۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِيۡنَۙ حَقِيۡقٌ عَلٰٓى اَنۡ لَّاۤ اَقُوۡلَ عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الۡحَـقَّ ؕ قَدۡ جِئۡـتُكُمۡ بِبَيِّنَةٍ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ فَاَرۡسِلۡ مَعِىَ بَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ ؕ
Terjemah:
Dan Musa berkata, "Wahai Fir'aun! Sungguh, aku adalah seorang utusan dari Tuhan seluruh alam. Aku wajib mengatakan yang sebenarnya tentang Allah. Sungguh, aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersamaku" (QS. Al-A'raf: 104-105).
Nabi Musa tidak diperintahkan untuk memerangi Fir’aun, tetapi membawa Bani Israil ke tanah yang dijanjikan (Palestina, meskipun saat itu belum disebut demikian).
Perlu diketahui bahwa Fir’aun bukan nama seseorang, melainkan gelar untuk raja-raja Mesir. Fir’aun yang tenggelam di Laut Merah berbeda dengan Fir’aun yang mengasuh Musa ketika masih bayi. Dalam Al-Qur'an, Fir’aun melambangkan sifat tirani kekuasaan, bukan hanya individu tertentu.
Perjalanan Menuju Ardhul Muqaddasah
Nabi Musa berhasil memimpin Bani Israil keluar dari Mesir, sementara Fir’aun dan tentaranya tenggelam di Laut Merah. Setelah itu, Bani Israil menetap di tanah suci (Ardhul Muqaddasah), yang kini dikenal sebagai Palestina setelah berhasil mengalahkan kaum Jabbarin di sana, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur'an, Al-Ma'idah ayat 20-26, berikut ini:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (20) يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21) قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ (22) قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (23) قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ (24) قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (25) قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (26)
Terjemah:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian menjadi orang-orang yang merugi." Mereka berkata.”Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka telah keluar darinya, pasti kami akan memasukinya." Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang keduanya telah diberi nikmat oleh Allah, "Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota) itu! Bila kalian memasukinya, niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman." Mereka berkata, "Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu; dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja!" Berkata Musa, "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu." Allah berfirman, "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.”
Ini menjadi masa kejayaan kedua bagi Bani Israil setelah era Nabi Ya’qub dan Yusuf di Kan’an.
Nabi Musa dan Nabi Harun terus mendampingi Bani Israil hingga akhir hayat mereka. Namun, selama hidupnya, Nabi Musa harus menghadapi berbagai ujian dari perilaku buruk kaumnya sendiri. Bani Israil sering kali menunjukkan sikap membangkang, bahkan di hadapan Nabinya sendiri. Beberapa contoh tindakan mereka adalah:
- Meminta Nabi Musa dan Allah untuk berperang di Palestina, sementara mereka enggan ikut serta.
- Meminta Nabi Musa membuatkan berhala untuk mereka sembah.
- Menyembah patung anak lembu dari emas yang dibuat oleh Samiri.
- Berusaha membunuh Nabi Harun karena terus menasihati mereka.
- Banyak bertanya dan menunda-nunda pelaksanaan perintah Allah untuk menyembelih sapi betina.
- Mengeluhkan makanan berupa Manna wa Salwa dan meminta makanan seperti bawang, mentimun, dan kacang adas.
Kesabaran Nabi Musa dalam menghadapi semua ini sangat luar biasa. Bahkan, Rasulullah Saw pernah bersabda:
يَرحم الله موسى، قد أُوذي بأكثر من هذا فصبر
Terjemah:
"Semoga Allah merahmati Musa. Ia telah diganggu lebih banyak dari ini, tetapi tetap bersabar" (HR. Bukhari-Muslim).
Keteguhan Nabi Musa menghadapi ujian-ujian tersebut menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan besar hingga kini. Ironisnya, meskipun orang Yahudi saat ini mengklaim mencintai Nabi Musa, nenek moyang mereka justru sering kali menolak dan menyia-nyiakan beliau.
Nabi Musa sebenarnya lebih dekat kepada umat Muslim dibandingkan kepada kaum Yahudi yang dilaknat oleh Allah.
Sifat buruk kaum Yahudi yang terlihat saat ini merupakan akumulasi dari perilaku buruk mereka selama ribuan tahun. Hal ini berakar dari sikap saudara-saudara Nabi Yusuf terhadapnya, masa perbudakan di Mesir, hingga kedurhakaan mereka kepada para Nabi seperti Musa, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Isa, dan Nabi lainnya. Bahkan, mereka juga menunjukkan pembangkangan terhadap Rasulullah Saw di Madinah.
Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an mengenai hukuman bagi kaum durhaka Bani Israil:
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَࣖ
Terjemah:
“Lalu ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kemurkaan Allah, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Hal itu karena mereka sering berbuat durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 61).
Lanjut ke sambungan artikel berikutnya tentang Bani Israel, dengan judul: Disapora Yahudi Setelah Runtuhnya Kerajaan Nabi Sulaiman.