Iklan

Iklan

,

Iklan

Ayat Amtsal dalam Al-Qur'an dan Contoh Larangan Berbuat Kikir

Duta Islam #05
26 Apr 2025, 23:59 WIB Ter-Updated 2025-04-26T16:59:33Z
Download Ngaji Gus Baha
ayat tentang berbuat kikir dalam alquran
Ilustrasi kikir. Foto: istimewa.


Oleh Abdul Hafidz                                                          


Dutaislam.or.id - Ayat-ayat amtsal dalam Al-Qur’an merupakan bentuk perumpamaan yang digunakan Allah untuk menjelaskan konsep-konsep spiritual, moral, dan sosial secara lebih konkret dan mudah dipahami oleh manusia. Pembahasan mengenai ayat amtsal menunjukkan betapa pentingnya metode penyampaian yang retoris dan mendalam dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan kebijaksanaan.


Melalui amtsal, Al-Qur’an menyampaikan pesan-pesan ilahiah dengan membandingkan hal-hal gaib atau abstrak dengan fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembaca dapat merenungi makna yang tersembunyi di balik setiap perumpamaan. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya pemahaman terhadap isi Al-Qur’an, tetapi juga mengajak manusia untuk menggunakan akal dan hati dalam menangkap hikmah dari setiap kisah dan gambaran yang disampaikan.


Macam-macam Amtsal dalam Al-Qur’an:

A. Amtsal Al Musharrahah

Adalah amtsal yang sharih (jelas) dengan menggunakan kata-kata perumpamaan (matsal) atau kata yang menunjukkan penyerupaan (tasybih).


B. Amtsal Al Kaminah

Perumpamaan yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas kata tamtsil (pemisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.


C. Amtsal Al Mursalah

Amtsal al-Mursalah (perumpamaan yang terlepas). Dalam artian tidak menggunakan lafal tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku atau berfungsi sebagai matsal (perumpamaan), yang di dalamnya terdapat peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Contoh adalah ayat Al-Qur'an yang berbunyi:


وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا


Terjemah:

Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.” (QS: Al-Isra: 29).


Dalam Al-Isra Ayat 29 mengandung jenis amtsal yang disebut amtsal mursalah. Ini adalah perumpamaan yang tidak menggunakan lafadz "matsal" secara eksplisit, tetapi makna perumpamaan tersirat di dalamnya.


Penafsiran Ayat

Dalam Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Mudarris tafsir di Masjid Nabawi, diketahui bahwa makna kata: (مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ) maghluulatan ilaa ‘unuqik: jangan menahan dari berinfak, seakan-akan tanganmu terikat di lehermu, tidak bisa memberikan apapun. (وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ) wa laa tabsuthhaa kullal basth: jangan menginfakkan seluruh apa yang engkau miliki sampai tidak tersisa sama sekali.(فَتَقۡعُدَ مَلُومٗا) fataq’uda maluumaa: orang yang tidak mendapatkan infakmu akan mencelamu. (مَّحۡسُورًا) mahsuuraa : engkau tidak bisa melangsungkan hidup karena tidak punya apa-apa.


Adapun makna ayatnya: Firman-Nya ta’ala “Dan jangan jadikan tanganmu terbelenggu di lehermu...” janganlah engkau bakhil atas apa yang telah Allah ta’ala berikan kepadamu, lalu engkau tidak memberikan hak orang-orang yang membutuhkan, seakan-akan tanganmu terikat di lehermu, tidak bisa memberikan infak. 


Firman-Nya ta’ala “dan jangan lapangkannya selapang-lapangnya...” jangan engkau buka tanganmu untuk memberi, sampai tidak tersisa apapun di kantungmu atau di perbendaharaanmu untuk dirimu dan keluargamu. Firman-Nya ta’ala “sehingga engkau menjadi tercela dan menyesal.” 


Jika engkau tidak memberikan orang yang memintamu, engkau akan dicela, adapun jika engkau menginfakkan segala yang engkau punya, lalu engkau tidak bisa melanjutkan kehidupanmu dan sisa umurmu, seperti seekor unta yang telah lelah karena perjalanan, ia tidak mampu melanjutkan perjalanan dan ditinggalkan dengan penuh penyesalan, pemiliknya tidak mampu mengembalikannya kepada keluarganya tidak pula melanjutkan perjalanan menuju tujuan.


Dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah menyebutkan bahwa ayat وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ (Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya), yakni keadaan orang yang pelit adalah seperti keadaan orang yang tangannya terikat di lehernya sehingga tidak dapat menggerakkannya. فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا (karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal). 


Akibat sikap berlebih-lebihan yang kamu lakukan, kamu tidak dapat mencukupi kebutuhan karena kemiskinan. Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap setiap orang yang berpendapat tentang orang yang menginfakkan seluruh hartanya tanpa menyisakannya sepersepun untuk bekal hari esok.


Seimbang

Ayat ini mengingatkan pentingnya bersikap seimbang dalam menggunakan harta. Tidak dianjurkan bersikap terlalu pelit karena dapat menimbulkan kesan buruk, namun juga tidak baik berlebihan dalam membelanjakan harta karena bisa berujung pada kesulitan keuangan. 


Dengan bersikap bijak dalam berbelanja, seseorang dapat menghindari penyesalan di kemudian hari, baik karena pemborosan maupun keterbatasan. Pengelolaan keuangan yang baik juga menjadi kunci dalam menjaga kestabilan finansial dan menghindari masalah di masa depan. 


Selain itu, ajaran ini mencerminkan prinsip keseimbangan yang menjadi ciri khas dalam Islam, yaitu bersikap tengah-tengah dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap bijak dalam menggunakan harta juga membantu memastikan bahwa hak orang lain, terutama yang lebih membutuhkan, tetap terjaga. [dutaislam.or.id/ab]


Abdul Hafidz, Universitas PTIQ Jakarta

Iklan

close
Iklan Flashdisk Gus Baha